BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang selalu meningkat setiap tahunnya
menjadi masalah tersendiri bagi sebuah lingkungan. Khususnya di Indonesia yang
merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan penduduk tertinggi di dunia. Banyak
sebab yang mengakibatkan pertumbuhan penduduk sangat pesat.
Banyak masalah yang bisa diangkat menjadi topik penulisan. Tapi
diimbangi dengan saran dan masukan dari banyak pihak semoga pertumbuhan
penduduk di Indonesia bisa diatasi dengan saran saran tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Landasan perkembangan
penduduk Indonesia
2.
Pertambahan penduduk
dan lingkungan pemukiman
3.
Pertumbuhan penduduk
dan tingkat pendidikan
4.
Pertumbuhan penduduk
dan penyakit yang berkaitan dengan lingkungan hidup
5.
Pertumbuhan penduduk
dan kelaparan
6.
Kemiskinan dan
keterbelakangan
1.2
Tujuan Penulisan
Diharapkan
dengan penulisan ini bisa menjadi bahan referensi sebagai bentuk saran untuk
kedepannya mengenai pertumbuhan dan perkemangan penduduk di Indonesia serta
untuk memenuhi criteria nilai dari mata kuliah Pengantar Lingkugan.
BAB II
Rumusan Masalah
2.1 Pertumbuhan dan
Perkembangan Penduduk Di Indonesia
Pertumbuhan dan Perkembangan Penduduk
Pengertian
penduduk"penduduk adalah orang-orang yang berada didalam suatu
wilayah yang terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dansaling berinteraksi
satu sama lain secara terus menerus atau kontinu. Dalam sosiologi, penduduk
adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.
penduduk suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
1. orang yang tinggal di daerah tersebut.
2. orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut.dengan
kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggaldi situ. misalkan
bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal didaerah
lain.kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlahpenduduk dengan luas area
dimana mereka tinggal.
Pengertian
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai
perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per
waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk
pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan
secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan
untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia. Pengertian Perkembangan penduduk adalah
penambahan populasi manusia secara kuantitas (jumlah) yang mengakibatkan
kepadatan penduduk terus meningkat dan terjadilah ledakan penduduk.
Pertumbuhan dan Perkembangan Penduduk Di Indonesia
Pertumbuhan
penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu
tertentu dibandingkan waktu sebelumnya Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan penduduk adalah kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk.
Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami sedangkan perpindahan penduduk
adalah faktor non alami. Migrasi ada dua yaitu migrasi masuk yang artinya
menambah jumlah penduduk sedangkan migrasi keluar adalah mengurangi jumlah
penduduk. Migrasi itu biasa terjadi karena pada tempat orang itu tinggal kurang
ada fasilitas yang memadai.
Semua
orang yang mendiami wilayah Indonesia disebut penduduk Indonesia. Berdasarkan
sensus penduduk yang diadakan setiap 10 tahun sekali, diperoleh data jumlah
penduduk Indonesia sebagai berikut: Tahun 1961 = 97,1 juta jiwa, Tahun 1971 =
119,2 juta jiwa, Tahun 1980 = 147,5 juta jiwa,tahun 1990 = 179.321.641 juta
jiwa, Tahun 2004 = 238.452 juta jiwa. Sensus penduduk (cacah jiwa) adalah
pengumpulan, pengolahan, penyajian dan penyebarluasan data kependudukan. Jumlah
penduduk ditentukan oleh :
Angka kelahiran
Angka kematian
Perpindahan penduduk (urbanisasi,migrasi)
Pertumbuhan
Penduduk dan Tingkat Pendidikan tiga alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang
tinggi akan menghambat pembangunan yaitu:
1. Meningkatkan konsumsi saat ini dan investasi
yang dibutuhkan untuk membuat konsumsi dimasa yang akan datang.
2. Rendahnya sumber daya perkapita akan menyebabkan
penduduk tumbuh lebih cepat yang pada gilirannya membuat investasi dalam
kualitas manusia semakin sulit.
3. Fakta menunjukkan aspek kunci dalam pembangunan
adalah penduduk yang semakin terampil dan berpendidikan.
Di
banyak negara dimana penduduknya masih amat bergantung dengan sektor pertanian,
pertumbuhan penduduk mengancam keseimbangan sumberdaya alam karena pertumbuhan
penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari struktur pertanian modern dan
pekerja modern lainnya. Pertumbuhan penduduk yang cepat membuat semakin sulit
melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan
sosial. Secara nasional, laju pertumbuhan penduduk relatif masih cepat walaupun
ada kecenderungan menurun. Pertumbuhan penduduk dan penyakit yang berkaitan
dengan lingkungan hidup penduduk tidak akan jauh dengan masalah kesehatan atau
penyakit yang melanda penduduk tersebut,dikarenakan lingkungan yang kurang
terawat ataupun pemukiman yang kumuh,seperti limbah pabrik,selokan yang tidak
terawat yang menyebabkan segala penyakit akan melanda para penghuni wilayah
tersebut yang mengakibatkan kematian dan terjadi pengurangan jumlah penduduk.
Untuk menjamin kesehatan bagi semua orang di lingkunan yang sehat, perlu jauh
lebih banyak daripada hanya penggunaan teknologi medikal, atau usaha sendiri
dalam semua sektor kesehatan.
Pertumbuhan
Penduduk dan Kelaparan Jumlah penduduk disuatu wilayah saat ini sangat
mencemaskan selain bertambahnya jumlah penduduk maka semakin sempit pula bagi
mereka yang untuk mendapatka lapangan pekerjaan ataupun untuk mencari mata
pencarian mereka untuk menjalani kebutuhan hidup,karena dapat menimbulkan angka
kelaparan di bangsa ini akan bertambah yang disebabkan masalah tadi seperti
sulitnya untuk berusaha mendapatkan kerja untuk mencukupi kebutuhan
hidup karena semaki padatnya penduduk maka semakin sempit pula peluang mereka
untuk mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Maka dari itu semoga
pemerintah bisa lebih tegas lagi untuk menjalankan program tersebut di
antaranya mencegah orang untuk bermigrasi, karena dengan migrasi banyak orang
yang menganggur dan menyusahkan pemerintah untuk menyensus selain itu para
migrasi yang tidak bekerja hanya menjadi pengemis jalanan yang menyebabkan
kepadatan penduduk yang sia-sia dan menyebabkan banyak orang yang kelaparan
yang bisa mengakibatkan kematian.
Negara
Indonesia merupakan negara yang besar dan beraneka ragam etnis serta budaya.
Kemajuan negara sesungguhnya tergantung kepada tingkat pendidikan di negara
tersebut, kualitas serta mutu pendidikan yang tinggi dapat menjadi jaminan
untuk kemajuan dan kesejahteraan negara. Di tengah pertambahan jumlah penduduk
yang semakin tidak terkontrol membuat peningkatan kualitas di dunia pendidikan
merupakan pilihan yang harus dikedepankan. Perombakan sistem ketransmigrasian
juga akan mendukung pemerataan penduduk.Jadi, peningkatan kualitas Pendidikan
dan keefektifan pola transmigrasi dapat memperbaiki kuterpurukan
dalam mengurus kepadatan penduduk yang semakin hari kian membludak.
Ledakan Penduduk di Indonesia
Tanggal
11 Juli dinyatakan sebagai Hari Kependudukan di dunia, termasuk Indonesia. Kita
kemudian mendengar lagi kerisauan akan terjadinya ledakan penduduk di
Indonesia, bahwa jumlah penduduk Indonesia telah meningkat dengan makin cepat.
Kerisauan ini sesungguhnya berpangkal pada kesalahan memahami data statistik
kependudukan. Masalah ledakan penduduk bukan hal baru. Masalah ini mulai
mengemuka bahkan sejak 1798 ketika Malthus mengemukakan tesisnya tentang
hubungan ketersediaan pangan dengan pertumbuhan penduduk. Secara sederhana
teori Malthus yang populer dalam studi kependudukan mengurai bahwa laju
pertumbuhan penduduk berjalan sangat pesat, melampaui daya dukung dan daya
tampung yang disediakan alam sekitarnya. Kekwatiran akan ledakan penduduk ini
juga dicemaskan oleh para fisofof seperti Confucius, Plato, Aristoteles maupun
Kalden. Dalam kondisi ketidak keseimbangan antara daya dukung dan daya tampung
itulah baik menurut Malthus (1798) maupun ahli kependudukan lainnya seperti L
Jhon Graunt dan William Path, ledakan penduduk akan membawa dampak langsung
pada tragedi kekeringan, kelaparan serta rendahnya kualitas hidup.
Seperti
ramalan Malthus (1798), masalah ledakan penduduk membawa dampak pada rendahnya
kualitas hidup manusia. Sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 setelah Cina,
India dan Amerika Serikat, Indonesia berbeda dengan Cina yang pembangunan
ekonominya melesat. Ledakan penduduk di Indonesia melahirkan
persoalan-persoalan yang kait-mengkait mulai dari soal kemiskinan oleh sebab
pendeknya usia sekolah, rendahnya mutu pendidikan sampai persoalan tenaga
kerja, kesehatan dan ancaman kelaparan. Soal tenaga kerja, kebijakan pemerintah
yang termuat dalam moratorium penghentian pengiriman TKI/TKW ke luar negeri
tidak serta merta menyelesaikan hubungan diplomasi dengan negara penerima
TKI/TKW. Pengangguran kian menumpuk, sedangkan pemerintah tak bergeming
menyaksikan rakyatnya memperoleh upah kerja yang minim dan perlakuan yang tidak
manusiawi. Di dalam negeri sendiri lapangan pekerjaan sangatlah langka.
Selain
persoalan tenaga kerja, kini kita juga mengalami persoalan struktur penduduk.
Kita tak lagi berkutat pada soal angka kelahiran dan angka kematian, namun
ledakan penduduk Indonesia mnembawa dampak yang signifikan pada ledakan
penduduk usia lanjut. Seiring dengan meningkatnya akses masyarakat terhadap
layanan kesehatan, hampir di setiap negara kelompok usia 60 tahun keatas
meningkat tajam. Laporan PBB (2011), pada tahun 2010 dari 6,9 miliar jiwa di
dunia diantaranya ada 759 juta (11%) berusia di atas 60 tahun dengan 105 juta
(1,5) berusia di atas 80 tahun. Ternyata ledakan penduduk di Indonesia bukan
sekadar ancaman, melainkan sudah menjadi kenyataan. Jika saat ini jumlah
penduduk Indonesia berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 berjumlah 237,6 juta
jiwa, maka pada tahun 2050, jumlah penduduk Indonesia akan meledak menjadi
350,8 juta jiwa.
2.2 Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Surabaya
sebagai kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia, merupakan pusat
pertumbuhan orde pertama yang telah menjadi “magnet” terkuat bagi penduduk di
daerah penyangga (hinterland), terutama daerah perdesaan sekitar kota
tersebut. Keberadaan Kota Surabaya tersebut merupakan bagian dari daerah
perkotaan (urban) di Indonesia, khususnya di P.Jawa. Secara makro, pertumbuhan
penduduk perkotaan di P.Jawa terus berkembang sehingga Jawa telah dijuluki
sebagai urban island. Mereka datang ke Kota Surabaya karena di tempat tersebut
banyak pilihan untuk memperoleh berbagai kesempatan dalam upaya memperbaiki
kehidupannya. Mereka datang ke Kota Surabaya dengan berbagai motif, meskipun
motif ekonomi adalah unsur yang paling dominan. Mereka mempunyai persepsi dan
harapan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada di daerah asal,
terutama perdesaan. Meskipun demikian, pesatnya pertumbuhan penduduk Kota
Surabaya selain disebabkan oleh proses migrasi, juga karena pertambahan alami.
Kota Surabaya itu sendiri telah berkembang dalam proses interaksi dari komponen
keadaan penduduk, teknologi, lingkungan dan organisasi perkotaan sehingga telah
melahirkan “ ecological urban complex”.
Sejalan
dengan kondisi yang demikian maka di Kota Surabaya, seperti halnya kota-kota
metropolitan yang lain, muncul kamajemukan masyarakat. Sebagian dari sekmen
masyarakat yang majemuk tersebut adalah penduduk yang tinggal di daerah
perkampungan kumuh baik yang legal maupun yang ilegal. Penduduk yang bermukim
di kampung yang ilegal lazim disebut penduduk liar atau penduduk spontan atau
squatters. Hal tersebut telah menjadi fenomena sosial yang universal, artinya
telah terjadi di banyak negara. Keberadaan masyarakat kumuh tersebut merupakan
realita sosial yang tidak dapat dihilangkan, sepanjang penduduk daerah
penyangga Kota Surabaya masih hidup dalam kondisi marginal atau telah terjadi
proses ketimpangan dalam kehidupan sosial-ekonomi. Pembangunan investasi yang
bergerak pesat telah terjadi di Surabaya sehingga telah memperlebar jurang
ketimpangan dengan kondisi sosial-ekonomi daerah perdesaan. Oleh karena itu
ketimpangan tersebut telah menimbulkan proses migrasi , antara lain penduduk
non-permanen pada strata sosial-ekonomi bawah.
Pada
tataran regional, adanya proses kaitan (lingkage) yang kurang harmonis antara
Kota Surabaya dengan daerah belakang telah berlangsung puluhan tahun. Kehidupan
mereka di Surabaya telah ditunjukkan oleh rendahnya kualitas pendidikan migran
non-permanen dan umumnya mereka bekerja sebagai buruh dan sebagian lain
berusaha pada sektor informal. Sepanjang pekerjaan di sektor informal maupun
buruh murah masih ada demand di masyarakat Surabaya dan dinilai secara ekonomi
menguntungkan, maka keberadaan mereka akan tetap ada. Pilihan mereka menjadi
tukang becak, menjadi pemulung, menjadi penjual pakaian bekas, penjaja makanan
murah, menjadi buruh babrik, menjadi pembantu rumahtangga, adalah pilihan jenis
pekerjaan yang rasional dan menjadi tujuan mengingat tingkat kemampuan ekonomi
dan tingkat pendidikan mereka yang umumnya sangat rendah.
Oleh
karena itu keberadaan penduduk marginal di lingkungan permukiman kumuh Kota
Surabaya merupakan suatu keniscayaan, dan tidak perlu dipertentangkan dengan
upaya pemerintah daerah Kota Surabaya yang ingin meningkatkan keindahan dan
kenyamanan lingkungan kota. Pemerintah Kota Surabaya tidak dapat melarang
seseorang yang ingin bermigrasi, karena hak asasi manusia telah melindunginya,
walaupun mereka seharusnya mematuhi perundang-undangan yang berlaku dan
menghormati nilai-nilai yang hidup pada masyarakat Kota Surabaya. Dalam hal ini
kegiatan penduduk marginal di permukiman kumuh dapat dilihat sebagai sub-sistem
dari sistem perkotaan Surabaya. Penduduk migran non-permanen yang bermukim di
daerah kumuh antara lain berada di Kelurahan Putat Gede, Kelurahan Tg.Sari,
Kelurahan Suko Manunggal, Kelurahan Pacar Keling, Kelurahan Kr.Pilang dan
Kelurahan Waru Gunung, cenderung didominasi oleh penduduk dari daerah perdesaan
sekitar Kota Surabaya seperti Bangkalan, Gresik, Lamongan dan Mojokerto,
meskipun mereka banyak pula yang datang dari daerah lain, bahkan dari luar
provinsi Jawa Timur.
Migran
non-permanen yang banyak tinggal di daerah permukiman ilegal tersebut sering
disebut sebagai penduduk spontan atau disebut secara popular sebagai migran
musiman , ternyata masih terikat dengan kehidupan daerah asalnya. Oleh karena
itu sebagian besar dari mereka belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota
Surabaya. Atas dasar pemilikan KTP Pemkot Surabaya telah membuat kebijakan
dengan memberi prioritas dalam memperoleh atau memanfaatkan bantuan, fasilitas
publik dan subsidi. Meskipun ada kebijakan yang diskriminatif namun dalam
kenyataan sebagian warga musiman dapat ikut menikmatinya. Dalam hal ini
terkesan bahwa pemerintah kota tidak ketat antara status kependudukan dengan
hak-hak warganya. Aturan kependudukan yang tidak diikuti oleh ketegasan dalam
implementasinya, tentunya telah membuat kondisi yang kondusif terjadinya
migrasi masuk ke Surabaya, yang pada gilirannya menimbulkan berbagai masalah
perkotaan, antara lain ketidakcukupan penyediaan fasilitas sosial, munculnya
konflik tanah, penurunan daya dukung lingkungan, dan meningkatnya pengangguran.
Penduduk
musiman yang umumnya hidup dalam kondisi marginal, diharuskan memiliki Kartu
Identitas Penduduk Musiman (KIPEM), namun untuk mengurus KIPEM, apalagi menjadi
warga Surabaya tidaklah sederhana. Mereka harus mengorbankan sejumlah dana dan
waktu pengurusan yang dinilai cukup memberatkan. Di samping itu, dengan tetap
mempertahankan sebagai warga musiman, berarti mereka tidak kehilangan statusnya
sebagai warga di daerah asalnya. Dengan memiliki KTP daerah asal, berarti
mereka masih tetap memiliki hak untuk melakukan berbagai urusan di daerah
asalnya misalnya memilih kepala desa, mengurus pemilikan aset, dan mengurus
tempat pemakaman. Oleh karena itu meskipun secara de fakto mereka tinggal di
Surabaya, namun masih tetap terikat dengan daerah asalnya, bahkan telah terjadi
arus remitan baik uang maupun barang, dan penyampaian ide-ide seputar kehidupan
di Surabaya. Dalam keadaan demikian maka hal ini telah menimbulkan proses
migrasi desa-kota secara “gandeng-ceneng” (chain migration). Hasil penelitian
PPK-LIPI (2004) telah menunjukkan bahwa tidak semua pendatang, (meskipun telah
lama tinggal di Surabaya, bahkan telah punya rumah), mempunyai KIPEM. Oleh
karena itu dalam kenyataan jumlah pendatang musiman di Surabaya adalah di atas
data statistik berdasarkan kepemilikan KIPEM.
Keberadaan
migran non-permanen di permukiman kumuh yang menempati lahan milik pemerintah
atau milik publik, dapat dikategorikan sebagai hunian ilegal atau lazim disebut
hunian liar ( squatter). Hal ini jelas telah menimbulkan konflik antara
penghuni dengan instansi yang bertanggung jawab atas lahan yang ditempatinya,
seperti DAUP VIII PT.TKI dan
Dinas PU . Meskipun mereka tinggal pada permukiman liar, namun mereka juga
membentuk lembaga Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW), bahkan sebagian
dapat menikmati penerangan listrik, ada pula yang punya telepon rumah, dan
tetap membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mereka juga telah berpartisipasi
aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Kondisi yang demikian, jelas akan
mempersulit bagi Pemkot Surabaya maupun pemilik lahan untuk membebaskan
permukiman demikian.
Munculnya
permukiman liar dan permukiman yang tidak layak huni sebenarnya merupakan
kelemahan managemen dalam mengelola tata ruang kota. Upaya telah dilakukan
untuk mengurangi persoalan permukiman kumuh yaitu dengan perbaikan kondisi
lingkungan dan membuat rumah susun yang telah melibatkan partisipasi masyarakat
. Upaya ini telah dinilai berhasil, meskipun belum mampu menyelesaikan
persoalan menyeluruh tentang permukiman kumuh yang cenderung bertambah sejalan
dengan pertambahan penduduk pendatang yang ingin memperoleh perumahan murah.
Banyak kendala yang dihadapi dalam penyediaan rumah layak huni dalam hal ini
adalah rumah susun bagi keluarga kurang mampu antara lain kekurangan lahan
kosong, rendahnya minat swasta untuk berinvestasi, dan harga tanah di Surabaya
yang sangat mahal. Meskipun untuk membangun rumah susun adalah sulit, namun
bagi kota metropolitan Surabaya nampaknya merupakan keharusan untuk
memfasilitasinya.
Penduduk
pendatang yang kurang selektif, meskipun telah memberi kontribusi negatif
terhadap kondisi lingkungan kota karena telah menciptakan permukiman kumuh
dengan segala implikasinya, namun sebenarnya mereka juga memberi kontribusi
positif bagi pembangunan kota. Kota Surabaya telah memperoleh alokasi
sumberdaya manusia dari daerah perdesaan. Sumberdaya manusia asal perdesaan
kendati kualitasnya adalah rendah, namun mereka telah menjadi bagian dari
ekosistem perkotaan yang secara langsung menyumbangkan jasa tenaga kerja murah,
dan menyediakan produksi skala rumah tangga, terutama sangat diperlukan bagi
usaha formal maupun masyarakat golongan menengah ke atas, baik sebagai tenaga
kerja maupun sebagai bagian dari segmen pasar, bahkan sebagai distributor
komoditi pabrikan. Keberadaan permukiman kumuh yang dapat menyediakan perumahan
murah, juga sangat membantu penduduk kota yang menginginkannya, misalnya buruh
pabrik atau pegawai daerah golongan rendah yang memerlukan kamar sewaan ataupun
kontrakan yang relatif murah
2.3 Pertumbuhan Penduduk
dan Tingkat Pendidikan
Pertumbuhan penduduk
adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu
dibandingkan waktu sebelumnya. Misalnya pertumbuhan penduduk Indonesia dari
tahun 1995 ke tahun 2000 adalah perubahan jumlah penduduk Indonesia dari tahun
1995 sampai 2000.
Selain merupakan sasaran
pembangunan, penduduk juga merupakan pelaku pembangunan. Maka kualitas penduduk
yang tinggi akan lebih menunjang laju pembangunan ekonomi. Usaha yang dapat
dilakukan adalah meningkatkan kualitas penduduk melalui fasilitas pendidikan,
perluasan lapangan pekerjaan dan penundaan usia kawin pertama.
Di negara-negara yang
anggaran pendidikannya paling rendah, biasanya menunjukkan angka kelahiran yang
tinggi. Tidak hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara
piramida pada penduduk yang berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio
antara guru yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang.
Akibatnya, banyak negara yang sebelumnya mengarahkan perhatian terhadap
pendidikan universitas, secara diam-diam mengalihkan sasarannya.
Helen Callaway, seorang
ahli antropologi Amerika yang mempelajari masayakat buta huruf, menyimpulkan
bahwa perkembangan ekonomi dan perluasan pendidikan dasar telah memperluas
jurang pemisah antara pria dan wanita. Hampir di mana-mana pria diberikan
prioritas untuk pendidikan umum dan latihan-latihan teknis. Mereka adalah
orang-orang yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam dunia. Sebaliknya
pengetahuan dunia ditekan secara tajam pada tingkat yang terbawah.
Pertambahan penduduk
yang cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas
pendidikan, cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan. Kekurangan
fasilitas pendidikan menghambat program persamaan/perimbangan antara laki-laki
dan wanita, pedesaan dan kota, dan antara bagian masyarakat yang kaya dan
miskin.
Pengaruh daripada
dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga. Penelitian
yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar belakang budaya yang berlainan
menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga dengan jumlah
anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat perkembangan berfikir
anak-anak, berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan
fisiknya. Kesulitan orang tua dalam membiayai anak-anak yang banyak, lebih
mempersulit masalah ini.Pertambahan penduduk yang cepat menghambat
program-program perluasan pendidikan, juga mengarah pada aptisme di dunia yang
kesulitan untuk mengatasinya.Kita sudah mengutip artikel di atas, sekarang
saatnya saya membahas pendapat saya sendiri mengenai pertumbuhan penduduk san
tingkat pendidikan. Pertumbuhan penduduk dan tingkat pendidikan sangat
berhubungan erat. Dengan banyaknya penduduk, mak banyak pula anak-anak yang
harus tertampung di lembaga pendidikan seperti SD, SPM, SMA, dan lain-lain.
Tapi sayangnya, perebutan bangku sekolah lagi-lagi dimenangkan oleh “si kaya”. Karena
pihak sekolah lebih mendahulukan kepentingannya dari pada kepentingan masa
depan anak Indonesia.Padahal pertumbuhan penduduk biasanya erat dengan
pemukiman padat penduduk yang kelas ekonominya menengah ke bawah. Anak-anak ini
pun kalah saing untuk bisa mendapatkan bangku sekolah. Alhasil merekapun tidak
dapat merasakan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan. Maka yang miskin
menjadi bodoh dan mereka tidak akan berkembang. Di sini peran pemerintah yang
paling penting. Bagaimana mengelola lembaga pendidikan dan bertanggung jawab
terhadap kelangsungan pendidikan anak-anak bangsa.
Dengan bertambahnya
penduduk, maka lembaga pendidikan juga harus ditambah. Serta tidak lupa
memperhatikan fasilitas dan biaya pendidikan bagi anak yang kurang mampu,
supaya semua anak Indonesia mendapat pendidikan yang layak dan bisa menjadi
penerus bangsa yang berkualitas.
2.4
Pertumbuhan penduduk
dan penyakit yang berkaitan dengan lingkungan hidup
Meningkatnya perhatian
masyarakat mulai menyadari akibat-akibat yang ditimbulkan dan kerusakan
lingkungan hidup di surabaya. Sebagai contoh apabila ada penumpukan sampah
dikota maka permasalahan ini diselesaikan dengan cara mengangkut dan
membuangnya ke lembah yang jauh dari pusat kota, maka hal ini tidak memecahkan
permasalahan melainkan menimbulkan permasalahan seperti pencemaran air tanah,
udara, bertambahnya jumlah lalat, tikus dan bau yang merusak, pemandangan yang
tidak mengenakan. Akibatnya menderita interaksi antara lingkungan dan manusia.
Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan
terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai akhir hidupnya. Hal ini
membutuhkan daya dukung lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.Masalah
lingkungan hidup sebenatnya sudah ada sejak dahulu, masalah lingkungan hidup
bukanlah masalah yang hanya dimiliki atau dihadapi oleh negaranegara maju
ataupun negara-negara miskin, tapi masalah lingkungan hidup adalah sudah
merupakan masalah dunia dan masalah kita semua.Keadaan ini ternyata menyebabkan
kita betpikir bahwa pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan ini
sangat penting agar dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpadu
dan tuntas.
Masalah lingkungan hidup merupakan kenyataan yang harus dihadapi, kegiatan pembangunan terutama di bidang industri yang banyak menimbulkan dampak negatif merugikan masyarakat. Masalah lingkungan hidup adalah merupakan masalah yang komplek dan harus diselesaikan dengan berbagai berbagai pendekatan multidisipliner. Industrialisasi merupakan conditio sine quanon keberhasilan pembangunan untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi, akan tetapi industrialisasi juga mengandung resiko lingkungan. Oleh karena itu munculnya aktivitas industri disuatu kawasan mengundang kritik dan sorotan masyarakat. Yang dipermasalahkan adalah dampak negatif limbahnya yang diantisipasikan mengganggu kesehatan lingkungan.
Masalah lingkungan hidup merupakan kenyataan yang harus dihadapi, kegiatan pembangunan terutama di bidang industri yang banyak menimbulkan dampak negatif merugikan masyarakat. Masalah lingkungan hidup adalah merupakan masalah yang komplek dan harus diselesaikan dengan berbagai berbagai pendekatan multidisipliner. Industrialisasi merupakan conditio sine quanon keberhasilan pembangunan untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi, akan tetapi industrialisasi juga mengandung resiko lingkungan. Oleh karena itu munculnya aktivitas industri disuatu kawasan mengundang kritik dan sorotan masyarakat. Yang dipermasalahkan adalah dampak negatif limbahnya yang diantisipasikan mengganggu kesehatan lingkungan.
LINGKUNGAN DAN KESEHATAN
Kemampuan manusia untuk mengubah atau memoditifikasi kualitas lingkungannya tergantung sekali pada taraf sosial budayanya. Masyarakat yang masih primitif hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat.
Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang irreversible. Prilaku masyarakat ini menentukan gaya hidup tersendiri yang akan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan yang diinginkannya mengakibatkan timbulnya penyakit juga sesuai dengan prilakunya tadi.
Dengan demikian eratlah hubungan antara kesehatan dengan sumber daya sosial ekonomi. WHO menyatakan “Kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental dan sosial serta bukan hanya merupakan bebas dari penyakit”.
Dalam Undang Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan. Dalam Bab 1, Pasal 2 dinyatakan bahwa “Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan (somatik), rohani (jiwa) dan sosial dan bukan hanya deadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan”. Definisi ini memberi arti yang sangat luas pada kata kesehatan.
Masyarakat adalah terdiri dari individu-individu manusia yang merupakan makhluk biologis dan makhluk sosial didalam suatu lingkungan hidup (biosfir). Sehingga untuk memahami masyarakat perlu mempelajari kehidupan biologis bentuk interaksi sosial dan lingkungan hidup.
Dengan demikian permasalahan kesehatan masyarakat merupakan hal yang kompleks dan usaha pemecahan masalah kesehatan masyarakat merupakan upaya menghilangkan penyebab-penyebab secara rasional, sistematis dan berkelanjutan.
Pada pelaksanan analisis dampak lingkungan maka kaitan antara lingkungan dengan kesehatan dapat dikaji secara terpadu artinya bagaimana pertimbangan kesehatan masyarakat dapat dipadukan kedalam analisis lingkungan untuk kebijakan dalam pelaksnaan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya lebih baik, walaupun aktivitas manusia membuat rona lingkungan menjadi rusak.
Hal ini tidak dapat disangkal lagi kualitas lingkungan pasti mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Dari studi tentang kesehatan lingkungan tersirat informasi bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor hereditas, nutrisi, pelayanan kesehatan, perilaku dan lengkungan.
Menurut paragdima Blum tentang kesehatan dari lima faktor itu lingkungan mempunyai pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan sosial, linkungan rekreasi, lingkungan kerja.
Keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapaat perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: Peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengolalaan sampah, pembuangan air limbah penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai, penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan satu model penyakit.
Jumlah penduduk yang sangat besar 19.000 juta harus benar-benar ditangani. Masalah pemukiman sangat penting diperhatikan.
Pada saat ini pembangunan di sektor perumahan sangat berkembang, karena kebutuhan yang utama bagi masyarakat. Perumahan juga harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik ditinjau dari segi bangungan, drainase, pengadaan air bersih, pengolalaan sampah domestik uang dapat menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk pembangunan asap dapur.
Perilaku pola makanan juga mengubah pola penyakit yang timbul dimasyarakat. Gizi masyarakat yang sering menjadi topik pembicaraan kita kekurangan karbohidrat, kekurangan protein, kekurangan vitamin A dan kekurangan Iodium. Di Indonesia sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan gizi.
dimusim penghujan ini sangat rawan tingkat kekebalan manusia oleh karena itu kita harus jaga kondisi kesehatan kita agar tidak terserang penyakit. penyakit seperti batu, pilek, diare/disentri, muntaber bahkan demam berdarah (DBD) sering kita jumpai di saat musim penghujan ini. tercatat sekitar awal tahun 2008-2009 banyak warga cikarang yang terserang demam berdarah (DBD) sekitar 11 orang tewas dengan penyakit tersebut, bahkan yang sering terjadi adalah wabah diare, itu karena kita kurang memperhatikan kondisi kekebalan tubuh kita. kondisi yang lemahlah yang membuat kita terserang penyakit atau lingkungan yang tidak nyaman menyebabkan virus dan bakteri negative dapat berkembang di daerah yang lingkungannya tidak bersih.
daerah daerah yang kurang bersih atau tidak sehat sangat berpotensi berkembangnya bibit penyakit, di cikarang masih banyak daerah daerah yang kurang bersih atau terawat, seperti di daerah pinggiran kali malang banyak orang yang membuang sampah di bantaran sungai kali malang tersebut, karena dapat menghambat aliran sungai yang masuk dan berpotensial menyebabkan banjir dan menjadi sarang nyamuk serta wabah disentri. selain itu di desa sukaresmi banyak sampah sampah yang tidak di benahi, itu menyebabkan timbulnya bibit bibit penyakit baru, perlu kita perhatikan kesehatan dan kebersihan tempat tinggal kita agar tidak terserang penyakit tersebut apalagi di musim penghujan ini Pengaruh air terhadap kesehatan dapat menyebabkan penyakit menular dan tidak menular. Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit penyakit umpama penyakit malaria karena udara jelek dan tinggal disekitar rawa-rawa. Orang beranggapan bahwa penyakit malaria terjadi karena tinggal pada rawa-rawa padahal nyamuk yang bersarang di rawa menyebabkan penyakit malaria. Dipandang dari segi lingkungan kesehatan, penyakit terjadi karena interaksi antara manusia dan lingkungan.
2.5
Pertumbuhan penduduk
dan kelaparan
Kekurangan gizi dan angka
kematian anak meningkat di sejumlah kawasan yang paling buruk di Asia dan
Pasifik kendati ada usaha internasional untuk menurunkan keadaan itu, kata
sebuah laporan badan kesehatan PBB hari Senin.
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menegaskan bahwa sasaran kesehatan yang ditetapkan berdasarkan delapan
Tujuan Pembangunan Milenium PBB tahun 2000 tidak akan tercapai pada tahun 2015
berdasarkan kecnderungan sekarang.
“Sejauh ini bukti menunjukkan
bahwa kendati ada beberapa kemajuan, di banyak negara, khususnya yang paling
miskin, tetap ketinggalan dalam kesehatan,” kata Dirjen WHO Lee Jong Wook dalam
laporan itu.
Kendati tujuan pertama
mengurangi kelaparan, situasinya bahkan memburuk sementara negara-negara miskin
berjuang mengatatasi masalah pasokan pangan yang kronis, kata data laporan itu.
Antara tahun 1990 dan 2002–
data yang paling akhir– jumlah orang yang kekurangan makanan meningkat 34 juta
di indonesia dan 15 juta di Surabaya dan 47 juta orang di Asia timur, kata
laporan tersebut.
Proporsi anak berusia lima
tahun ke bawah yang berat badannya terlalu ringan di Surabaya, tenggara dan
timur meningkat enam sampai sembilan persen antara tahun 1990 dan 2003,
sementara hampir tidak berubah (32 persen).
Lebih dari separuh anak-anak di
Asia selatan kekurangan gizi, sementara rata-rata di negara-negara berkembang
tahun 2003 tetap sepertiga.
“Meningkatnya pertambahan
penduduk dan produktivitas pertanian yang rendah merupakan alasan utama
kekurangan pangan di kawasan-kawasan ini,” kata laporan itu.
Kelaparan cenderung terpusat di
daerah-daerah pedesaan di kalagan penduduk yang tidak memilki tanah atau para
petani yang memiliki kapling yang sempit untuk memenunhi kebutuhan hidup
mereka,” tambah dia.
Tidak ada satupun negara-negara
miskin dapat memenuhi tantangan mengurangi tingkat kematian anak.
Kematian bayi meningkat tajam
di Surabaya antara tahun 1999 dan 2003, yang menurut data terakhir yang
diperoleh, dari 90 sampai 126 anak per 1.000 kelahiran hidup. Juga terjadi
peningkatan tajam dari 38 menjadi 87 per 1.000 kelahiran hidup.
“Untuk sebagian besar negara
kemajuan dalam mengurangi kematian anak juga akan berjalan lambat karena
usaha-usaha mengurangi kekurangan gizi dan mengatasi diare, radang paru-paru,
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin dan malaria tidak memadai,” kata
laporan itu.
Berdasarkan kecenderungan
sekarang, WHO memperkirakan pengurangan dalam angka kematian dikalangan anak
berusia dibawah lima tahun antara tahun 1990 dan 2015 akan menjadi sekitar
seperempat, kurang dari dua pertiga dari yang diusahakan.
Usaha untuk mengatasi kematian
ibu juga sulit, kata laporan WHO itu.
Tingkat kematian ibu
diperkirakan akan menurun hanya di negara-negara yang telah memiliki tingkat
kematian paling rendah sementara sejumlah negara yang mengalami angka terburuk
bahkan sebaliknya.
WHO memperkirakan 504.000 dan
528.000 kematian dalam setahun karena komplikasi dalam kehamilan dan kelahiran
terjadi di Surabaya
Tingginya laju pertumbuhan
penduduk dan angka kelahiran di Indonesia tersebut, diperparah dengan pola
penyebaran penduduk yang tidak merata. “Jika semua itu, tidak segera
dikendalikan, maka hal itu akan jadi beban buat kita semua. Karena itu, baik
pria maupun wanita harus memaksimalkan program KB,
Untuk mengurangi jumlah
penduduk lapar tersebut, maka menurut Diouf diperlukan peningkatan produksi dua
kali lipat dari sekarang pada tahun 2050. Peningkatan produksi ini khususnya
perlu terjadi di negara berkembang, di mana terdapat mayoritas penduduk miskin
dan lapar.
Jumlah penduduk dunia yang
mengalami kelaparan meningkat sekitar 50 juta jiwa selama tahun 2007 akibat
dari kenaikan harga pangan dan krisis energi
2.6 Kemiskinan dan keterbelakangan
Secara sosiologis, kebodohan, kemiskinan dan
keterbelakangan ditentukan oleh tiga faktor; yakni kesadaran manusia, struktur yang
menindas, dan fungsi struktur yang tidak berjalan semestinya. Dalam konteks
kesadaran, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan biasanya merujuk pada
kesadaran fatalistik dan menyerah pada “takdir”. Suatu kondisi diyakini sebagai
pemberian Tuhan yang harus diterima, dan perubahan atas nasib yang dialaminya
hanya mungkin dilakukan oleh Tuhan. Tak ada usaha manusia yang bisa mengubah
nasib seseorang, jika Tuhan tak berkehendak. Kesadaran fatalistik bersifat
pasif dan pasrah serta mengabaikan kerja keras.
Kesadaran ini tampaknya dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan diterima sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Bahkan, penerimaan terhadap kondisi itu merupakan bagian dari ketaatan beragama dan diyakini sebagai kehendak Tuhan.
Kesadaran keberagamaan yang fatalistik itu perlu dikaji ulang. Pasalnya, sulit dipahami jika manusia tidak diberi kebebasan untuk berpikir dan bekerja keras. Kesadaran fatalistik akan mengurung kebebasan manusia sebagai khalifah di bumi. Sementara sebagai khalifah, manusia dituntut untuk menerapkan ajaran dalam konteks dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kemiskinan dan kebodohan, wajib diubah. Bahkan, kewajiban itu adalah bagian penting dari kesadaran manusia.
Faktor penyebab lain yang menyebabkan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan karena otoritas struktural yang dominan. Kemiskinan, misalnya, bisa disebabkan oleh ulah segelintir orang di struktur pemerintahan yang berlaku tidak adil. Kemiskinan yang diakibatkan oleh problem struktural disebut “kemiskinan struktural”. Yaitu kemiskinan yang sengaja diciptakan oleh kelompok struktural untuk tujuan-tujuan politik tertentu. Persoalan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan juga disebabkan karena tidak berfungsinya sistem yang ada. Sebab orang-orang yang berada dalam sistem tidak memiliki kemampuan sesuai dengan posisinya. Akibatnya sistem berjalan tersendat-sendat, bahkan kacau. Kesalahan menempatkan orang tidak sesuai dengan kompetensinya (one man in the wrong place) bisa mengakibatkan kondisi bangsa ini menjadi fatal.
Kondisi masyarakat Indonesia yang masih berkubang dalam kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, jelas berseberangan dengan prinsip-prinsip fitrah manusia. Fitrah manusia adalah hidup layak, berpengetahuan, dan bukan miskin atau bodoh. Untuk mengentaskan masyarakat Indonesia dari kubangan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis. Kebijakan strategis tersebut membutuhkan suatu jalur yang dipandang paling efektif. Dalam konteks inilah penulis berpendapat bahwa pendidikan merupakan satu-satunya jalur paling efektif untuk mengentaskan seluruh problem sosial di Indonesia.
Meskipun persoalan kemiskinan bisa saja disebabkan karena struktur dan fungsi struktur yang tidak berjalan, akan tetapi itu semua mengisyaratkan pada faktor manusianya. Struktur jelas buatan manusia dan dijalankan oleh manusia pula. Jadi, persoalan kemiskinan yang bertumpu pada struktur dan fungsi sistem jelas mengindikasikan problem kesadaran manusianya. Dengan demikian, agenda terbesar pendidikan nasional adalah bagaimana merombak kesadaran masyarakat Indonesia agar menjadi kritis.
Mari kita berantas kemiskinan dan keterbelakangan, supaya bangsa ini bisa lebih maju.
Kesadaran ini tampaknya dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan diterima sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Bahkan, penerimaan terhadap kondisi itu merupakan bagian dari ketaatan beragama dan diyakini sebagai kehendak Tuhan.
Kesadaran keberagamaan yang fatalistik itu perlu dikaji ulang. Pasalnya, sulit dipahami jika manusia tidak diberi kebebasan untuk berpikir dan bekerja keras. Kesadaran fatalistik akan mengurung kebebasan manusia sebagai khalifah di bumi. Sementara sebagai khalifah, manusia dituntut untuk menerapkan ajaran dalam konteks dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kemiskinan dan kebodohan, wajib diubah. Bahkan, kewajiban itu adalah bagian penting dari kesadaran manusia.
Faktor penyebab lain yang menyebabkan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan karena otoritas struktural yang dominan. Kemiskinan, misalnya, bisa disebabkan oleh ulah segelintir orang di struktur pemerintahan yang berlaku tidak adil. Kemiskinan yang diakibatkan oleh problem struktural disebut “kemiskinan struktural”. Yaitu kemiskinan yang sengaja diciptakan oleh kelompok struktural untuk tujuan-tujuan politik tertentu. Persoalan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan juga disebabkan karena tidak berfungsinya sistem yang ada. Sebab orang-orang yang berada dalam sistem tidak memiliki kemampuan sesuai dengan posisinya. Akibatnya sistem berjalan tersendat-sendat, bahkan kacau. Kesalahan menempatkan orang tidak sesuai dengan kompetensinya (one man in the wrong place) bisa mengakibatkan kondisi bangsa ini menjadi fatal.
Kondisi masyarakat Indonesia yang masih berkubang dalam kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, jelas berseberangan dengan prinsip-prinsip fitrah manusia. Fitrah manusia adalah hidup layak, berpengetahuan, dan bukan miskin atau bodoh. Untuk mengentaskan masyarakat Indonesia dari kubangan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, pemerintah perlu mengambil kebijakan strategis. Kebijakan strategis tersebut membutuhkan suatu jalur yang dipandang paling efektif. Dalam konteks inilah penulis berpendapat bahwa pendidikan merupakan satu-satunya jalur paling efektif untuk mengentaskan seluruh problem sosial di Indonesia.
Meskipun persoalan kemiskinan bisa saja disebabkan karena struktur dan fungsi struktur yang tidak berjalan, akan tetapi itu semua mengisyaratkan pada faktor manusianya. Struktur jelas buatan manusia dan dijalankan oleh manusia pula. Jadi, persoalan kemiskinan yang bertumpu pada struktur dan fungsi sistem jelas mengindikasikan problem kesadaran manusianya. Dengan demikian, agenda terbesar pendidikan nasional adalah bagaimana merombak kesadaran masyarakat Indonesia agar menjadi kritis.
Mari kita berantas kemiskinan dan keterbelakangan, supaya bangsa ini bisa lebih maju.
BAB III
Penutup
Semoga penulisan ini
bisa bermanfaat untuk menanggulangi pesatnya pertumbuhan penduduk khususnya di
Indonesia.
Sumber:
http://www.slideshare.net/hannitaandriani/perkembangan-penduduk-indonesia-10441186World Population
Prospects: The 2010 Revision (http://esa.un.org/unpd/wpp/index.htm),
Anonim, 1990,Ensiklopedi Indonesia. Seri Geografi Indonesia,
Jakarta: Intermasa.B.S. Taneko, 1984,
Struktur dan Proses Sosial: Suatu Pengantar Sosiologi
Pembangunan,Jakarta: Rajawali Press.J.J. Nasikun. 1992.
Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.Koentjayaningrat.
1982.
Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Mahmud Thoha. 2002.
Globalisasi, Krisis Ekonomi, dan Kebangkitan Ekonomi
Kerakyatan.Jakarta: Pustaka Quantum.
Soerjani. 1987.Lingkungan, Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalamPembangunan. Jakarta: UI Press.
Asisten Deputi Kesempatan Kerja Perempuan dan Ekonomi Keluarga,
Kemenko Kesra; Ketua Sekretariat Satgas Pemulangan TKI Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia (Satgas TK- PTKIB, Keppres No. 106 Tahun
2004).
https://ekofitriyanto.wordpress.com/2011/11/15/pertambahan-penduduk-dan-lingkungan-pemukiman/
Komentar
Posting Komentar